Pria Indonesia di mata wanita Jepang ?? (Men Indonesia in the eyes of Japanese women)


http://belajar-nihongo.blogspot.com/2009/08/pria-indonesia-di-mata-wanita-jepang.html

ini hanya observasi pribadi dari pengalaman tinggal di Sapporo, kota dingin di utara Jepang, yang terkenal dengan Snow Festivalnya. Walaupun Sapporo menempati urutan kota terluas ketiga di Jepang, kota ini cukup jauh dari hiruk-pikuk metropolitan. Bersepeda sedikit saja keluar pusat kota, akan terasa keheningan pedesaan walau masih dipenuhi oleh apartemen2 khas Jepang yang didominasi bangunan kayu. Seorang teman Jepang pernah mengatakan bahwa di Sapporo jam berdetak lebih lambat dibandingkan Tokyo. Maksudnya, walau dengan etos kerja yang sama, orang Sapporo terlihat lebih santai dibandingkan dengan sesamanya di Tokyo. Namun demikian, tipikal orang Jepang yang ‘gila kerja’ juga terlihat dalam kehidupan keseharian di Sapporo.

This is only a personal observation from the experience of living in Sapporo, cold city in northern Japan, is famous for its Snow festival. Although ranked Sapporo in Japan’s third largest city, the city is quite far from the hustle and bustle of the metropolis. Cycling little out of the city center, will feel the silence of the countryside though still filled with the typical Japanese-dominated apartemen2 wooden building. A Japanese friend once said that in Sapporo clock ticking slower than Tokyo. That is, even with the same work ethic, Sapporo people look more relaxed than with somebody in Tokyo. However, the typical Japanese person who ‘workaholism’ is also visible in daily life in Sapporo.

Sabtu di Jepang adalah hari libur (dari kerja), tetapi kita akan tetap menemui banyak pria berjas hilir mudik di Sapporo Station (station utama dan yang terletak di pusat kota). Jas adalah seragam orang kantoran. Artinya, walaupun libur, masih banyak orang Jepang, khususnya pria, yang lembur kerja. Bahkan pemandangan yang sama bisa kita jumpai pada hari Minggu. Di Sabtu dan Minggu, khususnya di musim panas, akan sering terlihat ibu dan anak berjalan-jalan, menikmati keindahan Taman Odori, Maruyama, atau taman2 lain. Ada yang hanya berjalan-jalan, duduk santai bahkan bermain dengan anak2. Taman Odori adalah taman kota sepanjang hampir 1,2 km yang terletak tepat di tengah kota. Di taman inilah, saat musim dingin, diadakan Snow Festival yang sangat terkenal itu. Maruyama adalah taman di pusat kota juga, tapi tidak tepat di jantung kota seperti Odori. Di tengahnya ada danau kecil tempat orang naik perahu dan di musim panas, taman itu pusatnya barang2 loakan (flea market). Di musim dingin taman itu dijadikan tempat cross country ski sederhana. Yang menarik adalah jarang sekali terlihat bapak2 yang menemani anak2nya bermain. Kalau pun ada satu dua, biasanya mereka masih mengenakan jas yang artinya baru pulang lembur. Pemandangan yang sama pun akan dijumpai di kereta bawah tanah dan mall. Sangat sedikit terlihat keluarga utuh, bapak, ibu dan anak berjalan bersama.

Saturday in Japan is a holiday (from work), but we will still see a lot of men in suits and fro in Sapporo Station (main station and located in downtown). Jas is the office uniform. That is, although the holidays, many Japanese people, especially men, who work overtime. Even the same scene can we meet on Sunday. On Saturday and Sunday, especially in summer, will often be seen mothers and children for a walk, enjoying the beauty of Odori Park, Maruyama, or other taman2. There are only a stroll, sit back and even playing with anak2. Odori Park is a city park along the nearly 1.2 km, located right in the middle of the city. In this garden, in winter, Snow Festival held a very famous. Maruyama is a park in downtown as well, but not right in the heart of the city like Odori. In the center there is a small lake where people boat and in the summer, the garden center barang2 flea market (flea market). In winter the park was used as a simple cross-country skiing. What’s interesting is rarely seen bapak2 that accompany anak2nya play. If any one or two, usually they are still wearing a jacket that means new home overtime. The same views will be found in the subway and mall. Very little visible intact family, father, mother and son walking together.

Memang berbeda dengan kota-kota besar di Jepang, dimana nilai keluarga di Sapporo masih cukup tinggi. Menikah, memiliki anak dan hidup berkeluarga, masih merupakan bagian hidup yang dijalani sebagian besar penduduk Sapporo. Berbeda dengan apa yang pernah diamati dan diceritakan di Hiroshima, Kobe, Yokohama, dan beberapa kota2 besar lainnya. Di sana, sangat jarang melihat keluarga bermain di taman atau melihat ibu2 mendorong kereta bayi. Umumnya di taman2 mereka didominasi oleh remaja2 yang bermain dengan sesamanya.

It is different from the big cities in Japan, where family values are still quite high in Sapporo. Married, have children and family life, still part of life that endured most of the population Sapporo. Contrary to what has been observed and described in Hiroshima, Kobe, Yokohama, and several other large kota2. There, very rare to see families playing in the park or see ibu2 pushing strollers. Generally in their taman2 dominated by remaja2 who play with each other.

Walaupun demikian, seperti halnya Jepang secara keseluruhan, pria lebih dominan dibandingkan dengan wanita. Dalam keluarga, perempuan bertanggung jawab semuanya, mulai dari mengurus suami dan rumah tangga. Tugas suami hanyalah bekerja mencari nafkah. Novel2 dan film2 Jepang, baik seting lama maupun baru pun secara tidak langsung menunjukan hal tersebut. Jika satu keluarga akan berpergian, maka sang istrilah yang menyiapkan semuanya. Bahkan, sampai menyiapkan dan memasukan semua barang ke dalam mobil pun di lakukan oleh istri. Suami tinggal masuk mobil dan menyetir. Yang sering terlihat di mall atau di taman pun sama. Suami tidak pernah direpotkan dengan urusan anak. Anak belepotan makanan, baju kotor, ganti topi, membersihkan muka, dan semua ‘tugas kecil’ dilakukan semuanya oleh istri.

However, like Japan as a whole, men are more dominant than women. In the family, women are responsible for everything from taking care of husbands and households. Task husband was working for a living. Film2 Novel2 and Japan, both old and new setting also indirectly indicate that. If one family will be traveling, so the onscreen who set up everything. In fact, to prepare and include all items in the car was done by the wife. The husband stayed in the car and driving. Which is often seen at the mall or at the park was the same. Husband never bothered with the affairs of children. Children splattered food, dirty clothes, replace cap, clean face, and all the ‘little job’ done everything by the wife.

Tampaknya, bagaimana pria lebih superior dari wanita sudah terlihat sejak remaja. Lebih dari sekali terlihat, pasangan remaja, jika berpergian, maka yang membawa tas atau beban lebih banyak adalah yang wanitanya. Bahkan satu dua kali terlihat jika hanya ada satu sepeda, maka yang pria yang naik sepeda, sementara yang wanita jalan!

Apparently, how men are more superior to women has been seen since a teenager. More than once seen, teen couple, if you travel, then the burden of carrying a bag or more is a female. Even one looks twice if there’s only one bike, then a man on a bicycle, while the woman’s road!

Itulah budaya Jepang dan tampaknya tidak ada masalah dengannya. Ini terbukti, dengan budaya yang sudah ratusan tahun itu, Jepang tetap bertahan dan maju sampai seperti sekarang.

That’s the Japanese culture and it seems there is no problem with it. This is evident, with a culture that is hundreds of years, the Japanese still survive and move forward until it is now.

Tampaknya pandangan beberapa wanita Jepang tentang budaya itu sedikit berubah saat mengenal lebih dekat kehidupan warga Indonesia di sana. Di Sapporo, ada banyak orang2 Jepang, yang umumnya wanita, sering bergabung dengan acara2 mahasiwa dan keluarga Indonesia (banyak wanita karena yang pria lebih suka kerja dan mabuk). Mereka tentu mengamati hal2 sederhana yang ternyata terlihat luar biasa dengan budaya yang selama ini mereka jalani. Hal yang aneh untuk mereka melihat suami mencuci piring, atau suami membawa belanjaan di mall, atau suami yang menutup dan mengunci pintu saat sekeluarga berpergian, atau suami membantu mengganti baju anak di taman atau menyuapkan makanan kepada anaknya. Hal yang luar biasa juga untuk mereka melihat suami memasak dan menyiapkan makanan untuk istrinya, atau bermain dengan anak sementara istrinya duduk dan membaca.

It seems that the view of some of the culture of Japanese women have changed little while know better the lives of Indonesian citizens there. In Sapporo, there are many orang2 Japan, mostly women, often joined by some students and families acara2 Indonesia (many women because the men would rather work and get drunk). They certainly looked simple hal2 which turned out to look fabulous with a culture that so far they live. It is strange to see their husbands do the dishes, or husband to bring groceries in a mall, or a husband who closed and locked the door as family travel, or a husband to help change the child’s clothes in the garden or feed food to their children. It is remarkable also for them to see her husband cook and prepare food for his wife, or playing with children while his wife sat down and read.

Mereka pun merasa heran jika melihat mahasiswanya selalu mengantarkan dan tidak membiarkan mahasiswi pulang sendirian malam2. Jepang adalah salah satu negara teraman di dunia. Tidak ada kekhawatiran untuk pulang malam sendirian. Mereka lebih heran lagi jika tahu alasan mengantar tersebut bukan karena takut ada apa-apa di jalan, tapi karena menghargai mereka. Mereka juga akan terheran-heran jika ada yang rela memberikan sepedanya untuk dinaiki sementara yang punyanya berjalan. Pernah suatu kejadian, kita berjalan berlima, tiga pria (mhs Indonesia) dan dua wanita Jepang. Kita semua kebetulan membawa sepeda. Setengah mati kita memaksa dan juga meyakinkan mereka untuk memakai dua sepeda kita. Suatu hal yang sulit dengan bahasa yang pas-pasan dan perbedaan budaya bertolak belakang. Terus terang, saat itu kita menawarkan bukan karena to be gentle, tapi agar segera sampai ke tempat tujuan. Tapi tetap saja susah sehingga kita semua berjalan dan agak terlambat sampai. Di kejadian lain, dalam kasus seperti itu, akhirnya kita tidak lagi menawarkan sepeda tapi menyuruh dengan tegas, take this bike or we don’t go.

They also feel surprised if you see the students were always deliver and do not let students go home alone malam2. Japan is one of the safest countries in the world. No worries for the home that night alone. They were even more surprised if they knew why not take it for fear there’s nothing on the road, but because they appreciate. They also would be shocked if there are willing to give his bike to ride while hers walk. Once an event, we walked five, three men (student Indonesia) and two Japanese women. We all bring a bicycle accident. Half die we force and also convince them to put on our two bikes. One thing that is difficult with a mediocre language and cultural differences opposites. Frankly, when we offer not due to be gentle, but to get to your destination. But still hard so that we all walk and a bit late. In another incident, in such cases, eventually we no longer offer the bike but firmly told, take this bike or We Do not go.

Kebetulan, di dalam acara kumpul2 atau diskusi membahas sesuatu, hampir semua orang Indonesia, adalah orang2 yang mau mendengar dan menghargai pendapat orang lain. Di setiap diskusi mereka, orang2 Jepang, umumnya diam dan manut saja. Mungkin karena masalah bahasa dan juga merasa posisinya hanya sebagai penggembira dalam kelompok. Tapi kita tetap dan selalu minta pendapat mereka. Kita jelaskan dulu apa yang sedang kita bahas dalam bhs Jepang oleh teman yang bisa. Dan kemudian kita persilahkan mereka bicara dalam bahasa Jepang dan nanti akan diterjemahkan. Mereka mungkin tidak percaya betapa kita mau repot2 menjelaskan dalam bahasa mereka dan kemudian mendengar pendapat kelompok penggembira seperti mereka.

Incidentally, in the event kumpul2 or discussion to discuss something, almost all people of Indonesia, is orang2 who will listen and respect other people’s opinions. In any discussion of them, orang2 Japan, generally quiet and obedient only. Perhaps because of the language and also feels his position only as cheerleaders in the group. But we still and always ask for their opinions. We explain first what we are talking in Japanese Idioms by a friend who can. And then we invite them to speak in Japanese and will be translated. They may not believe how we want repot2 explain in their own language and then hear the opinion of the group as their cheerleaders.

Dalam banyak hal, mereka melihat bahwa bangsa Indonesia memiliki budaya yang lebih baik dibanding dengan budaya mereka, khususnya dalam hubungan pria dan wanita. Dua dari tiga teman wanita Jepang jika ditanya apakah suka dengan pria Indonesia, maka mereka menjawab suka dan yang ketiganya bahkan ingin menikah dengan pria Indonesia. Sebagian besar teman2 Jepang yang sering bergabung adalah mereka yang berumur minimal di akhir 20an, dimana melihat lawan jenis sudah tidak dari tampan dan gagahnya tapi sudah lebih pada karakternya. Bukti betapa ‘lakunya’ pria Indonesia di Jepang, adalah setidaknya di lingkungan Sapporo saja sudah ditemui sekitar enam keluarga, dimana suaminya adalah orang Indonesia.

In many ways, they see that Indonesia has a better culture than with their culture, particularly in relation to men and women. Two out of three Japanese women friends when asked if he liked with Indonesia, they replied that all three liked and even wanted to marry a man of Indonesia. Most Japanese are often joined teman2 are those aged at least in the late 20s, which saw the opposite sex is not the handsome and good-looking but it was more in character. Evidence of how ‘behavior’ of Indonesian men in Japan, is at least in Sapporo environment alone was found about six families, where her husband was an Indonesian.

Barangkali, kebetulan saja, orang2 Indonesia yang datang ke Jepang adalah orang2 pilihan. Tapi jika kita kenal lebih jauh dengan teman2 Jepang itu, kita akan tahu bahwa hampir semuanya sudah pernah ke Indonesia, khususnya Bali. Mereka sudah mengenal dan berinteraksi dengan pria Indonesia ‘langsung dari sumbernya’. Dan pendapat mereka tidak berubah bahwa pria Indonesia lebih menghargai wanita di bandingkan pria Jepang.

Perhaps, by chance alone, orang2 Indonesia who came to Japan is orang2 choice. But if we know so far as to teman2 Japan, we would know that almost all of them had never been to Indonesia, especially Bali. They already know and interact with Indonesian men ‘directly from the source’. And their opinions have not changed that Indonesian men more respectful of women in Japan compared to men.

~ oleh afsyah pada Agustus 14, 2010.

3 Tanggapan to “Pria Indonesia di mata wanita Jepang ?? (Men Indonesia in the eyes of Japanese women)”

  1. pengen pergi ke jepang liat salju dan keidahahan gunung fuji

  2. 2013 aku mau kullie ke jepang
    tapi ga punya relasi kerabat n teman disana thank you ya uda kasi info yang bermanfaat banget
    tolong dong catumkan nama email blog ini biar bisa connect langsung dengan pemiiknya siapa tau bisa ketemu di sapposa juga
    xixixxixix
    jangan lupa ya !!!!!!!!!!!
    soalnya penting banget buat aku
    @ facebook : fikrieadie@yahoo.co.id

    salam kenal fikri di medan- indonesia.
    aku tunggu lho!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Tinggalkan komentar